Cak Lontong - Salam Lemper |
Nama Cak Lontong sebagai pelawak sudah punya karakter tersendiri, Kekhasan itulah yang membuat ia berbeda dengan pelawak lainnya. Selama ini Cak Lontong dikenal sebagai pelawak yang jago plesetan dan anekdot. Ia dituntut untuk cerdas, rada nyinnyir, bisa menganalisa, dan mampu menawarkan solusi dari setiap topic yang diangkat.
Ngomongin Cak Lontong pasti tidak jauh dari materi stand up comedi yang sedang hot di Indonesia, banyak komedian stand up bermunculan satu persatu. Sejatinya, seorang yang mengaku comedian atau dalam istilah stand up comedy (SUC) adalah comic, haruslah pintar. Di mana saja dan kapan saja, comic harus pintar membawakan materi yang membuat penonton tertawa. Setidaknya itu yang dikatakan Cak Lontong.
“Makanya saya sering senyam-senyum kalo dengar ada comic ngomong: audience nggak pas,” ujar komedian tradisional yang saat ini dikenal di antara comic-comic SUC di tanah air. “Comic malah menyalahkan penonton, karena penonton tidak tertawa pada saat comic itu melemparkan materi. Penonton dibilang tidak cerdas. Sebetulnya yang tidak cerdas itu adalah comicnya, bukan penonton”.
Comic, menurut Cak Lontong, harus mampu berada di depan audience dengan level apa pun. Jadi kurang tepat jika SUC itu dikatakan komedi pintar atau cerdas. Sebab, kembali ke rumus awal, entah disebut comedian atau comic, baik genre slapstik atau SUC, harus pintar dan cerdas.
“Sebetulnya komedian tradisional itu adalah komedian yang cerdas,” terang pria bernama asli Lis Hartono ini. “Mereka sudah punya pengalaman melawak di berbagai tempat dan segmen, dari mulai rakyat jelata sampai pejabat negara. Dari mulai orang yang tidak cerdas, sampai penonton yang dianggap cerdas”.
Intinya, jika seorang comic menyalahkan penonton, itu bukan comic sejati, tetapi comic manja. Padahal tugas comic adalah menghibur penonton. Jika comic gagal menghibur penonton, maka tugas comic gagal. Bukan penonton yang disalahkan, karena kegagalan si comic. Justru si comic yang tidak mampu ‘membaca’ penonton.
Tentang pertumbuhan SUC di Indonesia, Cak Lontong melihat sebagai fenomena perubahan kultur. Bahwa komedi itu sebetulnya lahir dari kultur. Kenapa Indonesia tidak tumbuh komedian-komedian single dan baru sekarang lahir komedian tunggal? Sebab, kultur Indonesia itu berkelompok, bersosialisasi. Beda dengan di Barat yang sangat individualistik.
“Tumbuhnya stand up comedy itu mengindikasikan kultur masyarakat Indonesia sekarang lebih individualistik,” kata comic yang selalu mengawali pementasan dengan kata ‘Salam Lemper’ ini. “Kultur individualistik itu yang kini membuat stand up comedy berkembang di tanah air”.
Padahal sejak lama Indonesia memiliki komedian-komedian tunggal kalo itu bisa disebut sebagai comic dalam SUC. Ranto atau yang akrab disapa mbah Ranto adalah salah satu nama komedian tunggal di era 1970-an yang mampu berdiri, melawak sendiri beberapa menit, dan membuat penonton terpingkal-pingkal. Selain almarhum mbah Ranto yang tak lain adalah ayah dari pelawak Mamiek Prakoso, ada nama lain seperti Basyio dan Junaedi. Meski kedua nama ini punya group lawak, namun mereka mampu mengocok perut penonton dengan kemampuan mereka melawak tunggal.
Menurut Cak Lontong bukan berarti kita menelan mentah-mentah materi yang biasa dibawakan comic-comic Barat. Tak heran ia tidak pernah membawakan materi yang bersinggungan dengan Suku, Ras, Agama, dan Antargolongan (SARA) yang sangat sensitif di Indonesia ini.
“Sejak awal saya sudah mengerti, bahwa kultur Indonesia tidak sebebas di Barat,” ungkap Cak Lontong. “Makanya saya menjaga materi saya agar terbebas dari SARA. Sebab, jika materi yang kita bawakan SARA, mungkin ada sebagian penonton yang tertawa terbahak-bahak. Namun tidak sedikit penonton yang sakit hati”.
Diakui Cak Lontong, saat ini banyak comic yang tampil dengan materi bersingungan dengan kritik sosial dan SARA. Padahal banyak materi yang tidak harus membuat sakit hati orang. “Tugas comic itu menghibur, bukan membuat penonton atau orang lain sakit hati”.
Guna menghindari materi SARA, Cak Lontong selalu mencari materi dari premis-premis sederhana, baik dari sebuah kata atau istilah. Misal tentang kata ‘sabar’, ‘takut’, atau istilah ‘gaptek’.
“Dengan materi yang sederhana seperti itu, malah lebih irit ketimbang comic yang membawakan sejumlah materi dalam sekali tampil,” kata comic yang mengaku sampai saat ini sering lupa dengan istilah-istilah dalam SUC, seperti set up, punchline, atau beat ini, karena menurutnya tidak penting. “Oleh karena irit, maka saya jadi bisa tahu mana materi yang sudah pernah dibawakan dan mana yang belum pernah”.
Berikut adalah contoh dari materi Cak Lontong mantan anggota Ludruk Cap Toegoe Pahlawan, Surabaya
Kata ‘Takut’, misalnya. Buat Cak Lontong, kata tersebut bisa menjadi materi SUC. Perhatikan set up dan kemudian punchline berikut ini:
“Saya ingin berbicara tentang masalah takut. Apakah takut itu penting? Takut itu menentukan teman Anda siapa. Anda takut berbuat dosa, Anda adalah teman orang yang beriman. Anda takut berbohong, Anda adalah teman orang-orang sholeh. Anda takut berbuat baik, Anda teman setan. Anda takut berbuat amal, Anda teman setan. ANDA TAKUT SAMA ISTRI?….NAH, INI TEMAN SAYA”.
“Bicara soal takut, saya sama sekali bukan orang yang penakut. Sejak lahir, saya bukan orang penakut. Bahkan waktu saya lahir, banyak orang yang takut sama saya. Ada cerita sedikit yang menunjukan saya bukan orang yang penakut. Di kampung saya , itu sekitar 100 Kepala Keluarga, jam 1 diserbu oleh geng motor. Kaca-kaca rumah dipecahkan. Yang namanya Ketua RW lari. Ketua RT lari. Kepala Keluarga lari. Saya yang Wakil Ketua nggak lari….KARENA SAYA WAKIL KETUA GENG MOTOR ITU”.
0 komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH SESUKA ANDA SELAMA ITU:
NO SARA
NO BULLY
NO POR*O
SAYA LEBIH MENGHARGAI JUNKER DARIPADA SILENT READER.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA.