Analogi tuk memahami perbedaan antara esensi dan aksesori diungkap sebagai berikut:
Gini, bila kita kepingin banget jadi penyanyi, baik solo maupun band, maka yang jadi esensinya adalah memiliki kualitas suara yang bagus, lagu yang easy listening, dan promosi yang cukup. Itu esensinya. Sedang masalah penampilan, kostum panggung dan label rekaman hanyalah aksesori dari seorang penyanyi.
Nah, yang repot, kadang yang kita fikirkan dalam kehidupan ini adalah melulu tentang aksesori. Contoh, ambil yang mudah saja, yaitu saat memilih handphone. Untuk ukuran jaman sekarang, tentu mata akan lebih memelototi jenis-jenis handphone yang memiliki fitur-fitur canggih. Bluetooth, kamera, messenger, wah pokoknya makin banyak fitur terjejal di dalamnya, makin jatuh hatilah kita tuk membeli. Padahal kita lupa esensi dari terciptanyahandphone, yaitu sebagai alat komunikasi yang mobile, baik lewat suara maupun teks, betul?
Lupa akan esensi ini juga pernah menyergap saya saat awal-awal terjun di pekerjaan. Saya terlalu memikirkan bagaimana agar terlihat perfect, karena saya beranggapan bahwa sebuah perusahaan hanya akan menerima seorang karyawan yang sangat menguasai bidangnya dan siap kerja. Jadi saya terus-terusan didera rasa bimbang jika ingin melamar pekerjaan. Maju ngga, mundur pun tak mau.
Beruntung saat itu ada rekan satu kos, yang kebetulan sudah lama bekerja, menyarankan agar hari itu juga melamar di salah satu instansi. Katanya, “ngga usah nunggu pinter dan mahir untuk mulai kerja. Pinter dan mahir itu nanti nongolnya. Semua juga gitu.”
Selanjutnya yang terjadi adalah keajaiban. Hari itu saya datang mengajukan diri, dan beberapa hari kemudian langsung diajak survey ke site pekerjaan di sebuah pulau yang memimpikannya pun saya belum pernah, ya, Sulawesi. Thus, yang ada semua jadi serba first time. Pertama kali dapat kerja, pertama kali menginjak tanah Sulawesi, pertama kali naik pesawat, pertama kali naikmotorboat, pertama kali pula ber-off road-ria selama sehari semalam. Great adventure!
Entah apa jadinya bila saya masih berkutat dengan aksesori dan melupakan esensi. Ya, kemahiran, penggunaan software, sarana penunjang kerja, ataupun penampilan, itu hanyalah aksesori. Sedang esensinya sederhana saja, yaitu ada tekad untuk maju dan mau tuk terus belajar. Ini yang kadang dilupakan.
Esensi dan aksesori, hmm, jadi teringat sajian kalimat dari buku itu…
Dengan asumsi atau anggapan bahwa aksesori itu penting dan menjadi sesuatu yang harus ada, membuat banyak orang gagal sebelum berperang. Padahal jika kita pada saat memulai sesuatu tidak memiliki aksesori, tetapi memiliki esensi dan kita mau untuk memulainya, maka kita akan lebih berpeluang untuk berhasil.
0 komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH SESUKA ANDA SELAMA ITU:
NO SARA
NO BULLY
NO POR*O
SAYA LEBIH MENGHARGAI JUNKER DARIPADA SILENT READER.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA.